******************************************************************************************************************
Nicky...i let you go.. I let you fly.. wait for me Nick. i'll see you soon.. In another world.. Our love, save in my heart and yours. I've been locked it, Nick. And i throw away the lock. My love, my heart, my soul, only for you...”
******************************************************************************************************************
aku sedang berada di ruang tamu, duduk di sofa yang tidak jauh dari telefon. Selama kurang lebih satu setengah jam aku berada di ruangan ini. Entah mengapa, ruang tamu di rumah ini menjadi begitu sesak bagiku. Kulirik jam dinding dengan pandangan memelas. Berharap jam itu mampu menghentikan detak jarumnya. namun, jam itu tidak peduli padaku. Oh, come on!! Kapan sih telefon itu bisa berdering dan memberitahuku kabarnya ? mau meledak rasanya jantung ini karena sedari tadi detaknya begitu menggedor-gedor rusukku.
Kulihat lagi jam dinding yang terlihat begitu menjengkelkan itu. Sudah 2 jam aku menunggu. Tidak, perasaanku saat ini bukan kesal,khawatir,atau marah. Tapi sudah berubah menjadi ketakutan yang luar biasa. Genangan air mata mulai mengganggu pemandanganku. Tanganku gemetar menahan tangis. Apa yang terjadi, Ya Tuhan? Mengapa begitu lama menunggu kabar dari seorang Nicky? Mengapa...
Krriiingg..kkrriinng...
Aku terlonjak dari tempat dudukku. Tuhan baru saja menjawab doaku. Itu adalah bunyi telefon yang sedari tadi kutunggu-tunggu sampai nyaris pingsan. Dengan kecepatan kilat, langsung kusambar gagang telefonnya.
''halo?! Ka Nicky?'' jawabku sembarangan tanpa bertanya dengan lebih sopan. Disaat panik, putri raja pun bisa bertindak seperti preman. Apalagi aku yang cuma rakyat jelata? Ka Nicky menjawab dari seberang sana. Tenang sekali hatiku ketika mendengar suaranya.
''hai Gisel!''katanya dengan riang. Aku yang tadinya mau marah-marah, langsung luluh begitu dia menyebut namaku. ''Nicky tadi ke dokter. Maaf baru ngabarin, tadi tuh ngantri banget dan prosedur check-up nya juga lumayan lama dan menyakitkan. Hahaha.. kaka didiagnosa mengidap penyakit kanker. Alias kantong kering... Hahahaha.. ''
''yang bener dong, ka! Aku kan emang tau ka Nicky ke dokter, ngapain dijelasin lagi? Ka Nicky sebenernya sakit apa? Ga tau apa kalau Gisel disini khawatir banget sama ka Nicky?''
''hahaha..ya udah oke,oke..aku serius. Tapi, aku ga mau denger kamu nangis ya! Dibawa santai aja dengernya ya, Gisel,''
''ga janji ka!''
''galaknyaaa..''
''cepet bilang kaaa...'' suaraku terdengar parau karena menahan tangis.
''kanker otak stadium 3, Sel...''
ka Nicky tidak main-main. Suaranya terdengar sedih. Tapi.. Tidak!! ka Nicky ga boleh sakit kayak gitu!!! Ngga.. Nggaaa!!!
Kututup microphone telefon. Aku menangis sejadi-jadinya. Kaki dan tanganku lemas sekali, sampai tidak kuat menahan berat tubuhku sendiri. Aku terduduk di lantai dengan kedua tangan menggenggam erat gagang telefon.
***
Satu tahun sudah berlalu. Hampir setiap hari aku pergi ke rumah sakit untuk menjenguk ka Nicky. Terkadang, jika sakit ka Nicky mulai membaik, aku hanya mengantarnya untuk check-up. Ka Nicky bukanlah kakak kandungku, dia adalah kakak angkatku. Kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan pesawat terbang dan kejadian itu terjadi saat ka Nicky berusia lima tahun. Kedua orangtuaku adalah sahabat karib orangtua ka Nicky, karena itu akhirnya ka Nicky diangkat menjadi anak oleh orangtuaku.
Belakangan ini sakit ka Nicky semakin memburuk. Tubuhnya semakin kurus, rambutnya rontok, namun dia masih bisa ceria seperti biasanya. Entah mengapa dia masih bisa tersenyum di sela-sela letihnya menahan sakit. Ka Nicky pandai berpura-pura, tapi aku tidak. Aku tidak kuasa menahan airmata ketika dia kesakitan namun masih memberi senyum untukku. Dia tidak mau melihat aku ketakutan akan keadaannya. Namun memang itulah kenyataannya, aku takut—sangat takut—kehilangannya! Setiap malam aku berdoa, meminta kepada Tuhan agar dia tidak memanggil ka Nicky begitu cepat. Terkadang aku ingin sekali meminta ka Nicky untuk menjadi pacarku saja, bukan kakakku. Aku sadar sekali kalau perasaanku bukanlah perasaan sayang seorang adik kepada kakaknya melainkan perasaan cinta kepada pasangannya.
***
Aku berada di kamar ka Nicky. Kulirik jam tanganku, pukul Sembilan malam. Di ranjang, ka Nicky sedang tidur dengan wajah yang sangat tenang. Ada perasaan terluka tiba-tiba datang, membuat dadaku sesak dan mataku mulai menghangat. Tidak, aku tidak boleh menangis! Kalau aku menangis ka Nicky bisa terbangun. Jadi aku tidak boleh menangis.
Kugenggam tangan kanan ka Nicky. Kuperhatikan dari dekat pergelangan tangannya yang penuh dengan bekas jarum infus. Aku tidak boleh menangis! Kupejamkan mataku untuk meredam perihnya hati ini. Lalu aku mendekati wajah ka Nicky yang pucat. Dia begitu tampan. Berkat darah campuran yang didapatnya dari ayah yang berasal dari Turki dan ibu berdarah Yogyakarta, ka Nicky memiliki tipikal wajah orang timur tengah namun mahir berbahasa Jawa. Aku senyum-senyum sendiri mengingat saat dia bicara dengan logat Jawa yang kental. Kalau ka Nicky mulai bicara dengan bahasa Jawa, aku bisa sampai sakit perut karena tertawa terbahak-bahak.
“Ka, aku sayang banget sama ka Nicky,” aku berbisik sambil terus menatapi wajahnya. Menyakitkan sekali harus menahan tangis seperti ini, tapi aku tidak mau kembali ke kamarku sekarang. Aku ingin berada di sisi ka Nicky malam ini, menemaninya tidur.
Selama setengah jam aku berdiam diri memandangi ka Nicky yang tertidur pulas. Sampai akhirnya aku mendapat ide untuk menulis sebuah surat untuk kuberikan pada ka nicky.
“Ka Nicky, aku sangat beruntung bisa memiliki seorang kakak yang luar biasa baik dan nyaris sempurna seperti kakak. Disaat banyak gadis-gadis di luar sana yang ingin sekali bisa dekat dengan kakak, aku sudah menjadi gadis yang paling dekat denganmu. Aku sangat gembira, ka.
Ka Nicky, taukah kakak betapa terkejutnya aku mendengar kakak sakit? Aku sangat terkejut sampai rasanya mau mati. Aku tidak ingin kakak pergi meninggalkan aku! Tidak secepat ini!
Ka Nicky, sudah lama aku ingin berkata jujur kepada kakak. Aku sangat mencintai kakak. Cinta yang melebihi rasa cinta adik kepada kakaknya. Cinta yang membuat aku ingin memiliki kakak.
Ka Nicky, jika suatu saat kakak pergi meninggalkan kami semua di dunia ini, jemputlah aku untuk ikut pergi dengan kakak. Kembalilah untuk memintaku hidup bersama di dunia yang kekal. Dengan senang hati aku akan pergi bersamamu.
Ka Nicky, aku berdoa untuk semua yang terbaik bagi kakak. Jika memang jalan terbaik adalah ka Nicky pergi untuk selamanya, aku ikhlas walaupun aku pasti menangisi kepergian kakak. Jangan lupakan aku, jemput aku untuk pulang bersamamu ke rumah yang abadi.”
Kulipat surat itu dan kumasukkan ke dalam kantong celana tidurku. Setelah mencium kening ka Nicky, aku tertidur di tepi ranjang.
***
“Gisel…”
Aku terjaga dari tidurku karena mendengar ada yang memanggil namaku. Kupikir aku bermimpi karena aku melihat ka Nicky yang sudah berpakaian rapi. Dia mengenakan t-shirt warna putih dengan jeans biru dongker kesayangannya.
“ka Nicky? Mau kemana?” tanyaku yang masih setengah sadar.
“Mau ngajak kamu jalan-jalan,” jawabnya ringan. “Mandi dulu gih kamu, trus kita jalan-jalan.” Senyum manis mengembang menghiasi wajahnya, membuat aku ikut tersenyum.
“Emang kakak udah ngerasa baikan? Nanti kakak cape kalo jalan-jalan,” kataku dengan suara yang masih sedikit serak.
“Udah sembuh, ko. Gisel jangan bawel! Aku lagi mau jalan-jalan, nih! Harus nurut kamu!” ka Nicky menjawab dengan tegas. Aku agak kaget mendengarnya, namun aku menuruti juga perkataannya.
Ka Nicky mengajakku jalan-jalan ke pantai. Itu memang tempat favoritnya karena pantai adalah tempat yang paling diingatnya bersama kedua orangtuanya.
“Gisel”
Aku menengok, “Ya, kak?”
“Aku suka sama kamu”
Aku terpaku mendegar ucapan ka Nicky tersebut. Rasanya seperti bukan ka Nicky yang bicara. “Hah?”
“Kaget ya? Aku juga kaget begitu mengetahui perasaan ini. Tapi ya begitulah, ini kenyataannya. Aku sebagai Nicky, bukan ka Nicky yang bicara. Aku sayang kamu Gisel. Aku sayang…”
Sekarang kami berdiri berhadapan. Aku tidak sanggup menatap wajahnya karena aku terlalu malu. Ternyata ka Nicky memiliki perasaan yang sama denganku. Aku tidak percaya. Ya Tuhan…
“Aku ga perlu tau perasaan kamu ke aku, Sel. Mau kamu sayang ke aku Cuma sebagai kakak atau bukan, aku akan tetap dengan perasaanku saat ini. Sangat melelahkan menjadi ka Nicky karena aku ga bisa bilang kata-kata seperti barusan. Aku menjadi Nicky seharian ini. Dan aku harap, kamu mau menjadi Gisel, bukan menjadi adikku. Boleh kah aku meminta hal itu Gisel?”
Kuhapus airmataku dan kutatap matanya, “Nicky, ini aku Gisel,” aku berhenti karena jantungku berdegup sangat kencang. “Aku mau melewati hari ini sebagai Gisel. Jangan perlakukan aku seperti adikmu lagi, tapi perlakukan aku sebagai gadis yang kau sukai.” Lega rasanya bisa mengatakan hal itu. Sekejap aku bingung apakah perkataanku benar atau tidak,namun aku tidak peduli. Aku hanya ingin melewati hari ini dengan membagi kasih sayangku kepada Nicky.
Kami melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan di pantai. Bermain ombak, membuat gunung-gunungan pasir, bermain jet ski, dan minum air kelapa yang menyegarkan. Tidak ada kesedihan, hanya ada candaan dan tawa yang begitu lepas. Aku benar-benar bahagia. Rasanya seperti hidup kembali. Dan kami pun pulang dengan gembira.
***
Keesokan harinya kesehatan ka Nicky menurun drastis. Dia kesakitan luar biasa. Tubuhnya mengejang tak terkendali dan dia terus berteriak kesakitan. Aku dan kedua orangtuaku panik bukan main. Kami tiba-tiba tidak tahu apa yang harus dilakukan begitu ka Nicky kesakitan seperti orang kesetanan. Ayahku sudah menelepon ambulance, namun lamban sekali mobil itu datangnya. Sampai akhirnya ka Nicky collapse, barulah mobil itu datang.
Sepanjang perjalanan aku tidak henti-hentinya menangis dan terus memanggil-manggil nama ka Nicky. Berharap dia masih bisa mendengar suaraku dan tersadar. Kedua orangtuaku pun tidak henti-hentinya menangis, bahkan bundaku begitu histeris. Kami semua sangat takut kehilanganmu ka Nicky.
Sesampainya di rumah sakit ka Nicky langsung dibawa ke UGD. Kami hanya bisa menunggu di luar ruangan dengan perasaan campur aduk. Aku menangis sampai terasa mual dan lemas. Entah sudah berapa banyak airmata yang tumpah hari itu.
Satu jam berlalu. Seorang dokter keluar dari ruangan dan memberitahukan kabar yang sama sekali tidak mau aku dengar seumur hidupku. Ka Nicky meninggal.
Aku terduduk lemas dilantai. Tidak ada airmata yang keluar. Aneh, aku tidak menangis. Kenapa? Terlalu shock kah aku? Apa benar ka Nicky meninggal? Kemarin apakah hanya mimpi? Apa semua ini benar? Ka Nicky meninggal? Mungkin ini hanya mimpi… tidak mungkin dia meninggal..tidak…
***
Selamat jalan ka Nicky. Surat yang kutulis untukmu, semoga bisa kakak baca di surga. Aku menunggumu untuk menjemputku ka…
Senin, 07 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
terharu..
BalasHapus